Prabhumedia || Bandung - Menjadi pemimpin di level pemerintahan memiliki tanggungjawab yang sangat komprehensif, bukan saja terhadap setiap program dan pengelolaan anggaran, jauh dari itu adalah terkait pengelolaan dan pemanfaat aset di setiap wilayah yang menjadi kewenangannya.
Kali ini saya ingin mengingatkan dan membangkitkan kembali kesadaran masyarakat luas bagaimana setiap aset atau kekayaan yang sudah dimiliki oleh desa seringkali lupa untuk di manfaatkan atau di kelola serta di awasi apakah sudah berjalan dengan baik atau belum.
Sebagaimana kita ketahui aset desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Dalam pengertiannya aset desa meliputi kekayaan asli desa, barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), atau perolehan hak lainnya yang sah. Pengelolaan aset desa mencakup perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
Sementara itu pengertian aset desa adalah, semua barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa, atau perolehan hak lainnya yang sah.
Sedangkan aset desa dapat berupa tanah, bangunan, kendaraan, peralatan, dan kekayaan desa lainnya.
Terkait pengelolaan aset desa antara lain:
Perencanaan: Aset desa direncanakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa).
Pengadaan: Pengadaan aset desa dilakukan secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
Penggunaan dan Pemanfaatan: Aset desa digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan desa dan masyarakat.
Pengamanan: Aset desa harus dijaga dan diamankan agar tidak hilang atau rusak.
Pemeliharaan: Aset desa perlu dipelihara agar tetap berfungsi dengan baik.
Penghapusan: Penghapusan aset desa dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pemindahtanganan: Pemindahtanganan aset desa (misalnya, penjualan atau tukar guling) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penatausahaan: Aset desa dicatat dan dilaporkan secara tertib.
Pelaporan: Laporan pengelolaan aset desa harus di laporkan kepada Bupati melalui Camat.
Sebagai contoh aset desa adalah, tanah, bangunan desa, kendaraan berupa mobil desa, peralatan pertanian, peralatan kantor, terkait aspek legalnya apakah tanah desa sudah di sertifikatkan, kalau sudah lama di sertifikatkan bagaimana dan dimana sertifikat tanah desa tersebut apakah masih ada, atau telah di jaminkan, atau bisa jadi sudah di pindah tangankan, ini kasus banyak terjadi karena lemahnya pengawasan.
Pengelolaan aset desa berupa tanah, bangunan atau lainnya yang di laksanakan bekerjasama dengan pihak lain, harus di lihat dari surat kesepakatan kerjasama dan pengelolaanya, perlu di catat desa dapat apa dan bagaimana ini, perlu di awasi secara seksama.
Ini yang perlu di ketahui bersama oleh semua masyarakat desa bahwa, aset desa dilarang diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Desa.
Aset desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman, karena pentingnya pengelolaan aset desa. Pemerintah desa yang baik adalah yang mampu bukan saja mengelola anggaran desa yang sudah menjadi program kerjanya, termasuk pengelolan aset desa yang transparan, akuntabel dan bertanggungjawab sehingga bisa menjadi sumber PAD tersebut, dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat luas.
BPD dalam hal ini harus mengawasi, sebagai lembaga perwakilan masyarakat, jangan mau hanya sebagai stempel dari pemerintah desa untuk melegetimasi setiap keputusan yang diambil, BPD wajib bertanggungjawab atas pelanggaran yang di lakukan oleh Kepala Desa termasuk penyelewengan pengelolaan aset desa.
Sumber : Edi Sutiyo ( Ketum Simpe Nasional/ Ketua DPD Gerakan Advokat & Aktivis Jabar, Pembina JARI)
Joernalis : Aceng