Peristiwa ini bermula ketika pada tanggal 21 September 2024 seorang laki-laki yang mengaku sebagai Sekretaris Perumahan di salah satu perumahan Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, mempublish info foto Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di group WA Perumahan.
Salah satu foto PBB tersebut adalah PBB miliknya dan membuat kata “Berikut contoh Tagihan PBB sudah balik nama sehingga ada potongan NJOP tidak kena Pajak (Foto Pertama). Berikutnya ini contoh tagihan PBB yang menunggak sehingga muncul denda (foto ke dua)
Melihat hal tersebut Najmiatul Pijar mengkonfirmasi apa hak laki-laki itu dan apa kewenangannya mengirim PBB miliknya di group WA Perumahan. Laki-laki yang sekretaris perumahan itu mengaku karena dirinya sudah ditunjuk dan dilantik oleh penasehat dan Ketua Perumahan.
Ungkap Najmiatul Pijar lagi,
melalui chat WA laki-laki tersebut mengajak Najmiatul Pijar berjumpa di rumah Penasehat dan pada tanggal 23 September 2024 Najmiatul Pijar bertemu bersama 2 (dua) orang teman perempuannya,
Sesampainya di rumah penasehat Najmiatul Pijar menemui 5 orang yang menunggunya, 2 orang Penasehat Perumahan, 1 orang laki-laki yang mengaku Sekretaris Perumahan dan 1 orang laki-laki yang mengaku ketua perumahan beserta istrinya.
Saat pertemuan itu Najmiatul Pijar bertanya, kenapa PBB nya di share publish di Group Perumahan. Tiba-tiba saja Laki-laki yang mengaku ketua Perumahan marah-marah dan berkata “Bodoh kau, Goblok kau, nga’ bisa baca kau, tak ada nama kau di situ” sambil menujuk-nunjuk muka Najmiatul Pijar.
Saat itu Najmiatul Pijar hendak mendapat tamparan istri dari laki-laki yang mengaku Ketua Perumahan tersebut. Seketika Najmiatul Pijar mengelakkan layangan tangan itu. Lalu bersama laki-laki yang mengaku sebagai Sekretaris Perumahan melakukan pengeroyokan kepada Najmiatul Pijar. Kondisi kisruh tersebut akhirnya dilerai oleh. Penasehat Perumahan dan 2 orang teman Najmiatul Pijar dan meminta mereka pulang ke rumah masing-masing.
Karena merasa masih lemah dan tidak kuat untuk langsung pulang, Najmiatul Pijar menenangkan diri terlebih dahulu. Saat itu laki-laki yang mengaku sebagai Ketua Perumahan melontarkan kata kata makian. Tak terima dengan makian tersebut Najmiatul Pijar pun membalas dengan makian pula.
Kemudian Istri laki-laki yang mengaku ketua perumahan tadi dan laki-laki tersebut dalam posisi mengepalkan tinjunya, mengejar Najmiatul Pijar dan menghantamkan tinjunya berkali-kali ke kepala sebelah kanannya. Karena kejadian tersebut Najmiatul Pijar pada malam itu juga membuat Laporan di Polsek Tambang dengan Nomor: LP/B/239/IX/2024/SPKT/POLSEK TAMBANG/POLRES KAMPAR/ POLDA RIAU, tertanggal 23 September 2024,
Kemudian Polsek Tambang memberikan surat pengantar untuk melakukan “Visum Et Refertum”.
Selang 7 hari sekitar tanggal 30 September 2024 Najmiatul Pijar dan satu orang laki-laki yang tidak ada di lokasi kejadian pada saat itu menerima Surat Somasi dari Kuasa Hukum Laki-laki yang mengaku ketua perumahan. Adapun isinya sama pada angka 1 dia mengakui dia yang megeshare PBB milik Najmiatul Pijar, kemudian pada angka 5 dia mengatakan terjadi penganiyaan padanya dan memiliki bukti “Visum Et Refertum” serta meminta ganti rugi sebesar Rp. 500.000.000,-
Tertanggal 7 Januari 2025 Najmiatul Pijar menerima surat perihal undangan klarifikasi dan wawancara dari KEPOLISIAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: B / 44 /I /RES.6 / 2025/ Reskrim yang pada Point angka 1 tentang Dasar, pada huruf (d) memuat “Laporan Polisi Nomor: LP/B/261/X/2024/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU, tertanggal 14 Oktober 2024” dan Point (d) memuat “Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sp. Lidik/492/X/Res.1.6/2024/ Reskrim, tertanggal 14 0ktober 2024.
Mengutip apa yang dikatakan Dedi Afandi dalam Visum Et Refertum tata laksana dan teknik pembuatan Visum Et Refertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (Resmi) Penyidik tentang pemeriksaan media terhadap seseorang manusia (berupa Temuan Interprestasinya), dibawah sumpah untuk kepentingan pengadilan jika dihubungkan dengan ketentuan pasal 187 KUHAP huruf c berbunyi “ Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal keadaan diminta secara Resmi daripadanya” dan Ketentuan Pasal 133 ayat 1 dan 2, ayat 1 berbunyi “ dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran dan ahli kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya ”, dan ayat 2 berbunyi “ Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang didalam surat itu disebutkan secara tegas untuk pemeriksaan luka dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Jarak waktu Laporan yang melaporkan Najmiatul Pijar tertanggal 14 Oktober 2024 dengan Waktu kejadian 23 September 2024, ada sekitar 22 hari. Kalaulah benar apa yang disampaikan laki-laki yang mengaku ketua perumahan, pertanyaan nya bagaimana Visum Et Refertum menenuhi ketentuan Pasal 187 dan Pasal 133 ayat 1 dan 2 KUHAP ??
Kalaulah “Visum Et Refertum” terjadi ditanggal 14 Oktober 2024 atau diatas tanggal tersebut bagaimana caranya “Visum Et Refertum” menjamin hasilnya memang kejadian di tanggal 23 Deptember 2024 ?
Apalagi menurut 2 orang teman Najmiatul Pijar yang ada di lokasi kejadian dia memang tidak bisa melakukan perlawanan (membela diri).
Penjelasan Kuasa Hukum Najmiatul
Karena fakta-fakta yang terjadi serta bukti yang ada Kuasa Hukum Najmiatul Pijar MUHAMMAD JAMIL, SH kepada awak media menyampaikan kalaupun dalam penyelidikan dan penyidikan, Penyidik menemukan alat bukti Perlawanan (membela diri) dari Najmiatul Pijar, harusnya itu dinilai sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Ayat 1 dan 2 KUHPidana yang berbunyi ayat 1 “ Tindak pidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terhadap dirinya sendiri, maupun orang lain kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan maupun ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”. Ayat 2 berbunyi “ Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana”
Hal ini disampaikannya karena mengingat kliennya seorang perempuan, dikeroyok oleh 2 orang laki-laki dewasa dan satu orang perempuan dewasa serta menjunjung tinggi azas hukum Pidana yang berbunyi “ LEBIH BAIK MEMBEBASKAN 1.000 PENJAHAT DARI PADA HARUS MENGHUKUM SATU ORANG YANG TIDAK BERSALAH ”, serta agar tidak memberikan Stigma negatif kepada masyarakat, kalau dikeroyok jangan melawan (membela diri) karena bisa berhadapan dengan hukum.
(Red)